Air, Gas dan Minyak: Cerita Dari Perut Bumi Karawang

Air, Gas dan Minyak: Cerita Dari Perut Bumi Karawang. Foto : Istimewa.

KARAWANG, Jabartime.com – Ribuan meter di bawah tanah, Minyak dan gas terkunci di antara lapisan batuan, tertekan panas bumi, yang terjaga rapat oleh waktu. Perjalanan hidupnya tidak sebentar, jutaan tahun lamanya ia terbentuk dari sisa sisa kehidupan purba. Tumbuh dari tumbuhan, mikroorganisme, makhluk kecil yang telah lama tiada. Semua itu bertransformasi menjadi gas dan minyak.

Mereka mendengar dunia di atas hanya lewat gema samar. Gemuruh hujan, langkah-langkah manusia, hingga getaran gempa sesekali merambat menembuh rongga tempatnya bersemayam. Tapi mereka tetap diam. Karena mereka tahu suatu saat akan di panggil keluar, menjadi cahaya dan tenaga untuk kehidupan.

Read More

Dari kedalaman mereka mulai merasa getaran yang berbeda. Bukan lagi gempa atau hujan, melainkan hentakan mesin bor yang menembus lapisan tanah. Perlahan, cahaya peradaban menjangkaunya. Sejumlah pekerja berseragam dengan helm putih dan kuning. Menancapkan pipanya, menyiapkan pompa, dan mendirikan instalasi. Mereka menyebut tempat itu Stasiun Pengumpul Bambu Besar (SP BBS) Subang field Pertamina 03, yang berlokasi di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Karawang.

Dari Perut bumi yang gelap, minyak dan gas diangkat. Melalui pipa-pipa baja, mereka mengalir. Suara mesin kompresor dan pompa menyambut kehadiranya saat sampai di permukaan. Namun tak sendirian mereka muncul. Ada air yang ikut terbawa naik, sahabat lama yang enggan di tinggalkan.

Saya sendiri beberapakali menyaksikan kegiatan sensor seismik 3D, salah satunya di Dusun Kepuh, Kelurahan Karangpawitan, Kecamatan Karawang Barat. Temen saya Andi Ahmad Gumilar (25) yang tinggal di wilayah situ kerap menyampaikan kekhawatirannya soal potensi pengeboran.

“Kalau di bor terus diambil, tanah di bawahnya gimna?” begitu kira kira pertanyaannya, sederhana tapi penuh rasa cemas.

Saat itu, saya belum tahu jawabannya. Belum mengerti bahwa eksplorasi migas bukan sekedar mengambil mineral dari perut bumi, melainkan juga menjaga keseimbangan dibawah sana.

Belakangan saya mendapat penjelasan dari benny Nugraha Pristiawandinni seorang operator BBS Gathering Station, ia menyebut dalam satu titik pengeboran, yang terangkat ke permukaan bukan hanya minyak dan gas, tetapi juga ada air dan material tanah.

“Tidak semua hasil eksplorasi diolah jadi energi. Ada mineral lain yang naik, dan itu kita pisahkan,” kata Benny.

Air dan tanah misalnya, melalui proses pemisahan mekanis atau sparation process. Setelah di pisahkan dari minyak dan gas, mineral itu tidak dibiarkan begitu saja. Pertamina mengembalikannya kelapisan semula melalui sumur injeksi (Injection Well).

Inovasi ini membuat air seolah di pulangkan ke rumahnya sendiri. Bukan sekedar mengurangi limbah, tetapi juga menjaga agar struktur bawah tanah tetap stabil.

“Mudahnya begini. Hanya sebagian kecil mineral yang kita olah jadi energi. Sisanya kita kembalikan lagi ke perut bumi,” paparnya.

Dari sanalah saya paham, bahwa ekplorasi migas bukan sekedar soal mengalirkan energi ke rumah-rumah dan pabrik. Ada cerita tentang menjaga keseimbangan, tentang bagaimana sumber daya alam yang diambil tapi tetap memperhatikan kehidupan tanah yang ditinggalkan.

Namun cerita tentang energi tidak berhenti disana. Ia berlanjut ke permukaan, menjadi angka-angka yang menentukan denyut pembangunan negeri.

Dikutip dari website kementerian esdm.go.id, dari sektor minyak dan gas bumi, akumulasi migas rata-rata pada tahun 2025 justru melampaui ekspektasi. Data kementerian ESDM menunjukkan, hingga Juni 2025 produksi minyak nasional mencapai 608,1 ribu barel per hari atau 100,5 persen dari target APBN sebesar 605 ribu barel per hari. Dan rata rata produksi semester pertama berada di angka 602,4 ribu barel per hari (99,5 persen dari target).

“Di bulan Juni produksi kita sudah melampaui target APBN. Ini capaian penting, dan kami sudah laporkan ke Bapak Presiden. Insya Allah di 2025 target bisa tercapai. Baru pertama kali sejak 2008,” ujar Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia di Kantor Kementerian ESDM.

Sementara itu, produksi gas bumi juga menunjukkan tren positif. Pada Juni 2025 tercatat 1.146,4 MBOEPD, dengan rata-rata semester 1 sebesar 1.199,7 MBOEPD atau 119% dari target. Dari total pasokan gas sebesar 5.598 BBTUD, mayoritas atau 69% (3.877 BBTUD) dialokasikan untuk kebutuhan domestik. Sisanya, 31% (1.721 BBTUD) diekspor. Angka ini menegaskan prioritas energi nasional untuk mendorong hilirisasi di dalam negeri.

Jika ditarik ke level lapangan, berdasarkan data yang dipaparkan Benny, Subang field Pertamina EP memiliki beberapa struktur produksi, salah satunya struktur Bambu Besar (BBS). Struktur ini menjadi backbone dengan kontribusi 40 persen dari produksi Subang field.

Secara keseluruhan, data produksi Subang field dari awal tahun hingga 8 September 2025 mencatat: Produksi gas ada pada angka 135,332 MMSCFD, sedangkan untuk produksi minyaknya 2.365 BOPD.

“Sedangkan untuk hasil produksi di SP BBS saat ini berada di kisaran 800-900 BOPD,” ungkapnya.

Untuk produksi gas di SP BBS terbagi dua: Gas Non-Associated (Non-Asso), berasal dari sumur gas murni yang diproses di HP Separation System, sebesar 13 MMSCFD. Dan Gas Associated (Asso), yaitu gas yang ikut terangkat bersama sumur minyak dan masuk ke LP Separation System, sebesar 7 MMSCFD.

Energi inilah yang kemudian disalurkan ke sejumlah konsumen utama seperti: RU VI Balongan, PT Pupuk Kujang, PT Krakatau Steel, kawasan industri di Jawa Barat, PT Subang Energi Abadi (SEA), PT Samator, hingga PT BBG.

“Dari SP BBS, kita alirkan gas produk ke sales sebesar 16 MMSCFD melalui jalur pipa gas Jawa bagian barat. Dari jalur ini, energi kemudian disalurkan ke kawasan-kawasan industri di Jawa Barat,” Ujarnya.

Selain itu, SP BBS juga menciptakan beberapa inovasi seperti dua di antaranya: PC Prove Bamboo Power: penghematan biaya operasi Prime Mover ESP dengan memanfaatkan asset idle di Struktur Bambu Besar Regional 2 Zona 7. Dan PC Prove Bamboo Idle: penghematan biaya (cost saving) akibat shutdown Pompa Water Injection Plant dengan memanfaatkan asset idle pompa sebagai backup operasional di SP Bambu Besar Pertamina EP Zona 7 Subang Field.

“Saya contoh dari PC Prove Bamboo Ilde, inovasi ini merupakan salah satu inovasi saving cost. Jadi disini kita sedang mengembangkan atau mengganti bahan bakar pompa water Injection yang tadinya menggunakan bahan bakar solar di ganti menjadi gas yang kita hasilkan sendiri,” ungkap Benny.

Inovasi ini berdampak pada pengeluaran biaya untuk produksi. Ia menjelaskan lebih dalam, sebelumnya mesin pompa ini berbahan bakar solar yang jika diakumulasi konsumsi soal dalam setiap bulannya mesin tersebut menghabiskan 20.000 ribu liter solar per bulan.

“Jadi dengan adanya inovasi ini kita berharap bisa sedikit mengurangi biaya produksi, jadi kita sudah tidak perlu lagi membeli solar. Karena walaupun solar ini masih hasil produksi dari Pertamina, kita juga tetep hari beli dan mengeluarkan biaya untuk itu,” tambahnya.

Dengan begitu, energi yang berawal dari rongga gelap perut bumi, menembus pipa baja, melewati stasiun pengumpul, hingga akhirnya mengalir ke pabrik baja, pupuk, dan kilang minyak, terus bergerak menjadi nadi pembangunan. Dari Karawang, energi itu memberi tenaga, bukan hanya bagi industri, tetapi juga bagi kehidupan.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *