KARAWANG, JABARTIME.COM – Pemerintah berkomitmen dalam mengawasi distribusi dan produksi barang kebutuhan pokok, termasuk minyak goreng.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan, pihaknya melakukan pemeriksaan secara ketat sejak Desember 2024 hingga saat ini dan telah mengungkap sejumlah pelanggaran serius oleh beberapa perusahaan.
“Kami bersama pemerintah daerah terus melakukan pengawasan terhadap barang kebutuhan pokok, termasuk minyak goreng,”ujar Budi Santoso dalam konferensi pers baru baru ini.
Budi Santoso menjelaskan, sejak pengawasan diperketat pada Desember 2024, terutama saat Natal dan Tahun Baru hingga persiapan Lebaran 2025, pihaknya menemukan sekitar 66 perusahaan yang melakukan pelanggaran.
Menurut Budi Santoso, pelanggaran yang ditemukan bervariasi, mulai dari praktik bundling produk, perizinan yang tidak lengkap, penjualan di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), hingga ketidaksesuaian takaran kemasan.
“Kami berikan sanksi administrasi kepada perusahaan-perusahaan tersebut sebagai bentuk penegakan hukum,”sambungnya.
Lanjut Budi Santoso, pihaknya menindak tegas terhadap PT NNI di Tangerang pada 24 Januari 2025. Menurutnya, perusahaan tersebut diketahui memproduksi minyak goreng dengan takaran yang tidak sesuai, yaitu hanya 250 mililiter, jauh dari standar 1 liter.
“Kami langsung segel perusahaan tersebut dan kini sudah tidak beroperasi lagi,” ucapnya.
Tak hanya itu, pihaknya melakukan pengawasan intensif di awal Maret 2025 dan mengungkap dugaan pelanggaran oleh PT AEGA. Perusahaan ini memproduksi minyak goreng “MinyaKita” dalam kemasan 800 mililiter, tidak sesuai dengan standar 1 liter.
Diketahui, awalnya, pabrik PT AEGA berada di Depok, Jawa Barat, namun kemudian pindah ke Karawang sekitar satu bulan yang lalu.
“Di Karawang, kami menemukan botol berukuran 750 mililiter yang disiapkan untuk mengemas MinyaKita. Namun, sebelum sempat diproduksi, praktik tersebut sudah ketahuan, sehingga produksi langsung dihentikan,” jelas Budi Santoso.
Modus lain yang dilakukan PT AEGA adalah menjual lisensi MinyaKita kepada dua perusahaan lain dengan kompensasi sebesar Rp12 juta per bulan dari masing-masing perusahaan. Kedua perusahaan tersebut juga melanggar aturan, salah satunya dengan menjual MinyaKita dalam kemasan 750 mililiter.
“Kedua perusahaan tersebut kini sudah tidak beroperasi dan kasusnya sedang ditangani oleh Polda Banten,” lanjut Budi.
Bahkan, kata Mendag, pihaknya juga mencurigai bahwa PT AEGA menggunakan minyak non-GMO dari minyak komersial untuk diproduksi ulang menjadi MinyaKita dalam kemasan 750 mililiter.
“Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan dan bisa merugikan konsumen,” tambahnya.
Mendag menegaskan bahwa pemerintah akan terus memperketat pengawasan terhadap produksi dan distribusi minyak goreng untuk memastikan keadilan bagi konsumen dan menindak tegas setiap bentuk pelanggaran.
“Kami tidak akan mentolerir praktik yang merugikan masyarakat. Pengawasan akan terus dilakukan, terutama menjelang bulan Ramadan di mana kebutuhan masyarakat meningkat,” pungkas Budi Santoso.
Dari hasil ekspose tersebut ditemukan sebanyak 140 dus Minyakita dan 32.284 botol yang belum diisi. Satu dus Minyakita memuat 12 botol minyak.





